Perempuan dan Rokok (Kajian Sosiologi Kesehatan Terhadap Perilaku Kesehatan Reproduksi Perempuan Perokok Di Kota Surakarta)
Yuni Lestari*, Argyo Demartoto**
* PT Agung Podomoro , Jakarta
** Staff Pengajar Fisip Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Korespondensi: argyodemartoto@ymail.com
ABSTRAK
Banyak faktor perilaku yang memiliki konsekuensi negatifbagi kesehatan reproduksi wanita, salah satunya adalah merokok. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah bidan Puskesmas dan suami dari wanita perokok, respondennya adalah wanita perokok. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, sementara sampel dengan maximum variation sampling dan snowball sampling. Analisis data menggunakan analisis interaktif meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor lingkungan keluarga, hubungan sosialdan keinginan mencoba hal baru membuat wanita merokok. Dalam sehari, responden mengkonsumsi rokok 3 batang hingga 1 atau 2 bungkus rokok. Pengetahuan perokok wanita tentang kesehatan reproduksi cukup luast namun sikap mereka dalam menjaga kesehatan reproduksi masih kurang karena mereka berhenti merokok hanya selama kehamilan dan menyusuL Setelah itu, mereka akan merokok lagi. Selain itu, beberapa responden tidak memiliki kesadaran untuk memeriksakan kesehatan reproduksi ke dokter secara rutin.
Kata Kunci: perokok wanita, perilaku kesehatan reproduksi
ABSTRACT
Women and Cigarette (Socilogical Health Study to Reproductive Health of Smoking Women in Surakarta); Many behavior factors have negative consequences for female reproductive health, one of them is smoking. This research is qualitative descriptive research. The informants in this study were midwife health centre and the smoking women’s husbands, and the respondents were smoking women. The techniques of collecting data were through observation, interview and documentation while sampling with maximum variation sampling and snowball sampling technique. Analysis of data using interactive analysis that includes data collection, data reduction, data presentation and conclusions. The result shows that the factors of family environment, social intercourse and the desire to try novelties make the women smoking. In a day, respondents consume 3 stalks to 1 or 2 cigarette packages. The smoking women’s knowledge about reproductive health is sufficiently extensive, but their attitude in maintaining their reproductive health is poor because they stop smoking only during pregnancy and breastfeeding. Thereafter, they will return to their smoking habit. In addition, some respondents has no awareness of having doctor examined their reproductive health routinely.
Keywords: smoking women, reproductive health behavior
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan masyarakat meliputi aspek fisik seperti tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit serta aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan masyarakat. Salah satu masalah kesehatan masyarakat yakni masalah kesehatan reproduksi kini menjadi perhatian bersama bukan hanya individu yang bersangkutan karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek ke-hidupan dan menjadi parameter kemam-puan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat (Manuaba, 1998).
Laporan dari “The right to choose reproductive rights and reproductive health ” United Nations Population Fund (UNFPA) 1995 menyatakan bahwa 585.000 perempuan setiap menit-meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Dibeberapa negara terutama negara berkembang, kehamilan dengan komplikasi merupakan penyebab kematian pada perempuan. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI)di Indonesia pada tahun 1998-2003 adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 tercatat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 248 per 100,000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara meskipun pemerintah telah menargetkan pada tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100,000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 26 per 1,000 kelahiran hidup serta pada tahun 2010, pemerintah menargetkan prcvalonsi gizi kurang pada anak balita dapat diturunkan dari 25,8% menjadi 20% dan umur harapan hidup dinaikkan dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun, Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs) misalnya AKI hanya 125 per100,000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. Kenyataan ini mencerminkan rendahnya derajat kesehatan Indonesia sehingga Human Development Index (WX) Indonesia berada jauh lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos.
Konferensi Kependudukan Dunia 1994 di Kairo telah mengeluarkan konsensus internasional yang menyatakan bahwa setiap negaia wajib memperhatikan masalah kesehatan reproduksi perempuan dengan memberikan posisi tawar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi Konvensi ini membuatdua definisi tentang kesehatan reproduksi. Pertama, kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fimgsi-fungsi dan proses-prosesnya. Kedua, kesehatan reproduksi merupakan adanya kemampuan orang untuk memperoleh kehidupan seks yang memuaskan dan aman, bereproduksi dan bebas untuk memutuskan kapan dan seberapa sering mereka akan memperoleh anak. Jadi pada dasarnya, kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat baik fisik maupun non fisik (mental dan sosial) yang terkait dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Kesehatan reproduksi perem-puan mencakup beberapa hal yaltu menstruasi, kehamilan, kontrasepsi, melahir-kan, menyusui dan masa nifas (Amimdin, 2003).
Menurut WHO, secara garis besar terdapat cmpat faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan produksi yaitu: faktar sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan perkem-bangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil), faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain), faktor psikologis (dampak pada
keretakan orangtua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga perempuan terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi), faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dan sebagainya) (Manuaba, 1998; Zohra, 1999).
Disamping keempat factor yang berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi ada beberapa orang yang dianggap riskan dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Salah satunya yaitu perempuan perokok.
Di seluruh dunia, 10 persen perempuan dewasa adalah perokok dan negara Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ke-13 yang prevalensinya tertinggi di Asia Tenggara. Menurut hasil survei Center for Disease Control and Prevention (CDC) United States atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat September 2010 bahwa penyakit yang berhubungan dengan merokok menye-babkan kematian sekitar 178.000 perempuan di Amerika Serikat setiap tahun. Rata-rata, perempuan-perempuan ini meninggal 14,5 tahun lebih cepat karena mereka merokok. Hasil survei CDC tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 1 diantara 6 perempuan di Amerika yang berusia 18 tahun atau lebih sekitar 18,3% mempunyai kebiasaan merokok. Tingkat tertinggi adalah terdapat pada perempuan Indian Amerika dan Alaska yaitu sekitar 22,4%, diikuti oleh golongan kulit putih 20,6%, Afrika-Amerika 17,8%, Hispanik 10,7% dan perempuan Asia 4,7%. Sekitar 21% perempuan usia 25-44 adalah perokok aktif, hanya sekitar 8% untuk perempuan usia 65 ke atas. Laporan R. Lowry, MS dari Div of Adolescent and School Health CDC November 2010 menunjukkan bahwa 19% dari perempuan siswa SMA dan 6% dari perempuan siswa SMA tingkat dasar merokok setidaknya satu rokok dalam 30 hari terakhir. Lebih dari 9% perempuan siswa SMA tingkat menengah mengaku merokok di dalam kelas selama satu bulan, dan hampir 29% dari perempuan siswa SMA tingkat akbir telah meaggunakan beberapa bentuk tembakau dalam satu bulan terakhir.
Secara umum konsumsi rokok di Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam, yaitu dari 33 miliar batang per tahun pada 1970 menjadi 230 miliar batang pada 2006. Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat 26,9% pada 1995, menjadi 35% pada 2004. Berdasarkan hasil survei EPS, jumlah perokok pemula (5-9 tahun) meningkat 400% yakni dari 0,8% (2001) menjadi 1,8% (2004) dari keseluruhari anakusia 5-9 tahun. Dalam periode yang sama, terjadi pula peningkatan jumlah perokok usia 10-14 tahun sebesar 21%, yakni dari 9,5% menjadi ll,5%darijumlahanakdalam rentang usia tersebut. Peningkatan jumlah perokok juga terjadi pada kelompok usia 15-19 tahun, yakni dari 58,9% menjadi 63,9% dari jumlah anak dalam rentang usia itu.
Sementara itu, riset yang telah dilakukan oleh Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS) bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2010 yang bertema “Tobacco Free Youth” mengungkapkan sebanyak 54,59% remaja dan perempuan merokok dengan tujuan mengurangi ketegangan dan stres. Lainnya beralasan untuk bersantai 29,36%, merokok sebagaimana dilakukan pria 12,84%, pertemanan 2,29%, dan agar diterima dalam kelompok 0,92%. Sebagian besar remaja putri melihat iklan rokok di televisi 92,86% dan poster 70,63%. Sebanyak 70% remaja dan perempuan juga mengaku melihat promosi rokok pada acara pentas musik, olahraga, dan kegiatan sosial. Sebanyak 10,22% perempuan berusia 13-15 tahun dan 14,53% perempuan berusia 16-15 tahun pemah ditawari sampel rokok gratis. Tingkat konsumsi rokok di Indonesia menempati urutan terdnggi ke lima atau termasuk lima besar dunia. Propaganda dan iklan rokok dikemas sedemikian menarik. Secara global, industri tembakau seluruh dunia mengeluarkan lebih dari US$ 8 miliar setiap tahun
untuk iklan dan pemberian sponsor digunakan sebagai ajang utama untuk promosi.
Menurut kajian Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1980 sampai tahun 1995 terdapat prevalensi merokok baik pada laki-laki maupun perempuan pada penduduk usia diatas sepuluh tahun. Prevalensi merokok di daerah perkotaan lebih rendah dibanding di pedesaan, dan kebiasaan merokok tersebut umumnya dimulai pada usia remaja atau usia sekolah. Sebagian besar status sosial perempuan perokok adalah kelas menengah ke bawah dengan bekal pendidikan danpengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang sangat sedikit. Sementara itu peneliti Lembaga Demografi FE UI Abdillah Ahsan menyatakan jika pada 1995 jumlah perokok di Indonesia sebanyak 30 juta orang menjadi 65 juta perokok pada tahun 2007. Pada tahun2010 diperikirakan jumlahnya meningkat lagi menjadi 70 juta perokok yang diperkirakan mengkonsumsi 260 miliar batang rokok.
Kebiasaan merokok dipeagaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, diantaranya pendidikan orang tua, pengawasan yang kurang dari orang tua dan lingkungan sekitar, seperti saudara kandung dan teman akrab yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk merokok. Selain itu, kebiasaan merokok pada perempuan dipengaruhi pula oleh pola hidup yang mulai bergeser. Asumsi bahwa perempuan yang merokok dianggap perempuan yang modern, seksi, glamor, matang dan mandiri juga merupakan salah satu faktor pemicu seorang perernpuan memutuskan menjadi perokok. Tidak hanya itu saja, perempuan yang memiliki kebiasaan merokok biasanya menggunakan rokok sebagai alat pelarian dari masalah yang sedang dihadapinya. Mayoritas perempuan perokok beralih bahwa dengan merokok bias menghilangkan stress dan bisa meringankan sedikit beban yang sedang mereka pikul. Sehingga, setelah merokok mereka kadang bias merasa nyaman dan lebih rileks dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya (Bangun, 2008).
Beberapa negara maju melarang warganya merokok, tapi larangan tersebut tidak sesanter iklan rokok yang beredar. Ironisnya lagi, iklan rokok tersebut menyatakan kalau rokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kehamilan, kelainan janin dan impotensi. Rokok di tahun 2020 diperkirakan menjadi penyumbang angka kematian paling besar di samping penyebab lainnya. Sejauh ini terdapat banyak penelitian yang memaparkan kaitan merokok dengan gangguan kesehatan reproduksi misalnya infertilitas. Nikotin dalam rokok menyebabkan gangguan pematangan ovum (sel telur). Hal inilah yang diduga menjadi penyebab sulitnya terjadi kehamilan pada perempuan yang merokok. Selain itu, nikotin juga menyebabkan gangguan pada proses pelepasan ovum dan memperlambat mobilitas tuba, sehingga risiko seorang perempuan perokok untuk mengalami kehamilan di luar kandungan menjadi sekitar 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan bukan perokok.
Nikotin pula yang menjadi biang kerok timbulnya gangguan haid pada perempuan perokok. Zat yang menyebabkan seseorang ketagihan merokok ini, ternyata mempengaruhi metabolisme estrogen. Sebagai hormon yang salah satu tugasnya mengatur proses haid, kadar estrogen hams cukup dalam tubuh. Gangguan pada metabolismenya akan menyebabkan haid tidak teratur. Bahkan dilaporkan bahwa perempuan perokok akan mengalami nyeri perut yang lebih berat saat haid tiba. Merokok berhubungan dengan risiko tinggi untuk mengalami kelainan dalam kehamilan, antara lain ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) dan gangguan pada plasenta (ari-ari). Kebiasaan merokok pun dikaitkan dengan kelahiran prematur dan berat badan bayi yang dilahirkan akan cenderung rendah. Bayi yang terlahir dengan berat badan rendah biasanya memiliki risiko tinggi untuk mengalami kesakitan bahkan kematian (Bangun, 2008).
Di samping itu, perempuan perokok juga rentan terserang kanker serviks atau kanker leher
rahim yang terjadi pada serviks uterus. Serviks uterus merupakan daerah pada organ reproduksi perempuan yang merupakan pintu masuk ke rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan Hang vagina. Kanker mulut rahim ditandai dengan tumbuhnya sel-sel pada mulut rahim yang tidak lazim (abnormal). Sebelummenjadi sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami sel tersebut bertahun-tahun. Penyebab kanker leher rahim adalah human papilloma virus (HPV). HPV ini muncul antara lain akibatperilaku sering berganti-ganti pasangan seks. Selain itu, kanker ini juga bisa disebabkan oleh nikotin (zat racun yang terdapat dalam tembakau atau rokok) yang dikandung dalam darah, menjadi pemicu munculnya kanker mulut rahim. Proses nikotin dalam memicu kanker mulut rahim ini sangat sederhana. Setiap asap rokok yang masuk ke dalam tubuh akan segera merasuk ke dalam aliran darah. Dalam aliran darah yang menyebar ke seluruh tubuh, akan menyinggahi seluruh bagian tubuh, termasuk mulut rahim yang sangat peka terhadap zat nikotin. Zat nikotin tersebut memicu pertumbuhan sel tidak normal. Sel tidak normal inilah yang menjadi biang munculnya kanker muhit rahim (Bangun, 2008).
Menurut Kepala Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2007 bahwa di Kota Surakarta terdapat sekitar 12,7 % perokok mulai merokok sejak menjadi pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selain kalangan pelajar, terdapat 89,1% perempuan eksekutif muda juga menjadi perokok aktif. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa konsumsi rokok terutama oleh perempuan perokok di Kota Surakarta bisa dibilang relatif tinggi dan resiko gangguan terhadap kesehatan reproduksinya pun juga tinggi. Sebagai suatu fenomena yang terjadi di perkotaan, khususnya di Kota Surakarta, perempuan perokok dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksinya memiliki berbagai sisi kehidupan yang menarik untuk dikaji.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang beitujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi paraperempuan perokok, faktor-faktor yang menyebabkan mereka merokok dan perilaku perempuan perokok di Kota Surakarta dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksinya. Peneliti berperan sebagai instrumen penelitian dalam mengumpulkan data di lapanganyang dilakukan dengan cara observasi langsung, interview atau wawancara dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan perokok di Kota Surakarta. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah maximum variation sampling dansnowball sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa perempuan perokok, 5 responden yang belum menikah dan 5 responden yang sudah menikah. Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yaitu 1 orang bidan yang bertugas di Puskesmas Ngoresan dan 5 orang suami dari responden. Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul, peneliti menggunakan trianggulasi sumber. Sedangkan untuk menganalisis data penulis melakukan reduksi data dengan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan serta abstraksi data dari field note. Setelah penyajian data, peneliti merumuskan kesimpulan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data (Moleong, 1991; Sutopo, 2002).
HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian
Karakteristik sosial ekonomi perempuan perokok di Kota Surakarta menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan perokok mempunyai riwayat pendidikan terakhir sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada yang lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sarjana (S1), namun prosentasenya hanya kecil. Perempuan perokok dalam penelitian ini berumur antara 18 tahun sampai 43 tahun dimana usia tersebut masih tergolong dalam usia
produktif. Sebagian perempuan perokok ada yang masih berprofesi sebagai mahasiswa dan sebagian lagi sebagai ibu rumah tangga atau sudah menikah. Sampai saat ini, status dari responden bisa dibilang masih aktif merokok. Karena hampir semua responden mengakui bahwa mereka sudah tidak bisa dilepaskan lagi dari kebutuhan akan rokok tersebut.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab seorang perempuan menjadi perokok. Dari mayoritas responden , hampir semuanya menyatakan bahwa factor lingkungan mempunyai andil yang sangat besar atas terbentuknya perilaku merokok dalam diri mereka. Misalnya factor lingkungan pergaulan yang mampu merubah seorang yang bukan perokok menjadi perokok berat. Lingkungan pergaulan mempunyai pengaruh yang cukup kuat karena dalam kesehariannya seseorang selalu berinteraksi sosial dengan lingkungan pergaulan bersama teman-temannya. Disamping lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga juga turut mengambil bagian dalam hal pembentukan perilaku seseorang, dalam hal ini perempuan perokok. Terdapat beberapa responden perempuan perokok yang mengaku mulai tertarik untuk merokok setelah melihat sosok salah satu anggota keluarganya yang merokok. Sosok ini biasanya mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam diri individu tersebut Disamping itu, faktor yang mendorong seseorang untuk mencoba hal-hal baru termasuk merokok juga tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Banyak perokok yang awalnya hanya coba-coba, tetapi kini malah menjadi pecandu berat. Selanjutnya, terdapat responden yang keinginan merokoknya berasal dari dalam dirinya sendiri karena mempunyai banyak hal yang dipikirkan. Jadi kebiasaan merokok yang mereka lakukan itu untuk menghilangkan stress atau hanya sekedar mengusir kejenuhan saja.
Perilaku merokok pada perempuan sangat berkaitan dengan aktivita atau kebiasaan dalam mengkonsumsi sejumlah rokok setiap harinya.
Dari sepuluh responden, terdapat responden yang dalam sehari hanya mengkonsumsi 3 batang rokok saja, namun ada beberapa responden yang dalam seharinya bisa mengkonsumsi 1 sampai 2 bungkus rokok. Rokok yang mereka konsumsi pun beragam, baik rokok filter, rokok kretek dan rokok elektrik. Dengan melihat perilaku merokok pada perempuan tersebut, terdapat beberapa konsekuensi yang harus mereka tanggung akibat dari kebiasaan merokoknya itu. Adapun riwayat sakit dari mayoritas perempuan perokok adalah dada sesak, batuk-batuk, gangguan pernafasan, kulit kusam, rambut kering, nafas bau, demam dan yang paling parah adalah bronkhitis.
Pengetahuan perempuan perokok di Kota Surakarta tentang kesehatan reproduksi bisa dibilang sudah cukup luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat beberapa responden yang belum begitu memahami secara mendalam mengenai kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi dimaknai sebagai kesehatan yang berhubungan dengan alat, sistem dan fungsi reproduksi manusia; (2) sebagian besar perempuan perokok memaknai menstruasi sebagai darah kotor yang akan dikeluarkan oleh tubuh setiap bulan secara rutin. Dengan datangnya menslruasi menandakan bahwa fungsi reproduksi pada perempuan sudah berfungsi; (3) pemahaman perempuan perokok mengenai kehamilan adalah berubahnya semua organ tubuh perempuan mulai dari payudara, bentuk tubuh, pinggul dan perut yang mulai membesar. Kehamilan ditandai dengan terlambatnya menstruasi selama dua bulan dan gejala awalnya adalah muntah-muntah; (4) disamping itu, pengetahuan yang dimiliki perempuan perokok khususnya untuk memahami dan memaknai konstrasepsi, bisa dibilang masih sangat kurang. Mereka memaknai kontrasepsi sebagai alat untuk membatasi jumlah anak atau menunda kehamilan; (5) melahirkan dimaknai oleh sebagian perempuan perokok sebagai proses keluarnya bayi dari rahim setelah 9 bulan 10 hari dalam
kandungan; (6) pemahaman mengenai menyusui adalah sebagai proses memberikan ASI setelah bayi dilahirkan. Biasanya berlangsung selama kurang lebih 2 tahun; (7) selain itu, sebagian perempuan perokok memahami masa nifas sebagai masa pemulihan setelah melahirkan dengan jangka waktu biasanya 30-40 hari; (8) perempuan perokok juga memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang bahaya merokok terhadap kesehatan reproduksi perempuan, yaitu dapat menyebabkan gangguan kehamilan dan janin, kanker rahim, keguguran, bayi lahir premature, terlambat saat menstruasi dan nyeri atau kram perut saat menstruasi. Disamping itu, mayoritas responden sebagai perempuan perokok juga sepakat bahwa kebiasaan merokok juga dapat menimbulkan kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker paru-paru, dan impotensi bagi laki-laki.
Sikap perempuan perokok terkait dengan bahaya merokok terhadap kesehatan reproduksi perempuan yaitu sebagian perempuan perokok berhenti merokok saat hamil dan menyusui, namun sebagian lagi masih tetap melakukan aktifitas merokok saat menstruasi.
Tidak semua perempuan perokok di Kota Surakarta mempunyai kesadaran untuk melakukan tindakan pemeriksaan terhadap kesehatan reproduksi selama merokok. Bagi yang sudah menikah, mereka akan melakukan pemeriksaan rutin selama hamil sampai melahirkan, namun setelah itu tidak melakukan pemeriksaan lagi. Sedangkan bagi yang belum menikah, sebagian besar dari mereka tidak melakukan pemeriksaan karena gejala yang mereka rasakan masih tergolong ringan dan belum termasuk gangguan yang parah. Sehingga, kesadaran untuk memeriksakan diri ke dokter masih sangat rendah sekali.
Mayoritas dari perempuan perokok di Kota Surakarta sepakat bahwa aktifitas merokoknya tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan, penat, stress dan mampu membuat pikiran menjadi tenang walaupun untuk sejenak. Disamping dampak positif tersebut, terdapat dampak negatif yang bisa menimbulkan akibat yang sangat fatal terhadap kehidupan maupun kesehatan reproduksinya. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari aktifitas merokok pada perempuan terhadap kesehatan reproduksi antara lain: (1) timbul rasa ketergantungan atau kecanduan (adiksi) terhadap rokok sehingga, kalau tidak merokok akan mengalami pusing-pusing atau gelisah sepanjang hari; (2) menstruasi menjadi tidak lancar kadang siklus menstruasinya bisa maju bahkan bisa terlambat atau mundur dari tanggal yang seharusnya; (3) rasa nyeri atau kram pada bagian perut yang lebih pada saat menstruasi daripada perempuan yang tidak merokok; (4) kebiasaan merokok pada perempuan dapat menimbulkan kemandulan dan kecacatan bagi bayi yang dilahirkan. Disamping iru, asap yang terkandung dalam rokok tersebut dapat menimbulkan radikal bebas yang dapat menimbulkan kista pada perempuan; (5) pada perempuan yang sedang hamil, karbon monoksida dalam konsentrasi yang tinggi dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya sehingga resiko kematian janin yang tiba-tiba atau Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) juga semakin besar pada perempuan yang tetap merokok sewaktu hamil. Kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat menimbulkan keguguran karena kurangnya oksigen dalam tubuh; (6) resiko kelahiran bayi premature juga lebih besar, dan ternyata nikotin yang terserap dalam darah perempuan perokok juga dapat dikeluarkan melalui Air Susu Ibu (ASI), sehingga bayi yang menghisap ASI akan ikut tercemar nikotin; (7) nikotin juga akan menyebabkan kulit menjadi kusam dan keriput karena kurangnya sirkulasi darah dalam tubuh; (8) selain itu, kebiasaan merokok juga bisa membuat rambut menjadi kering dan menyebabkan nafas bau.
PEMBAHASAN
Seiring dengan perkembangan masya-rakat yang semakin modem, kebiasaan merokok pada saat ini bukan lagi nienjadi hal yang dianggap tabu dalam kehidupan masyarakat. Di Kota Surakarta keberadaan perempuan yang merokok di depan umum menjadi pemandangan yang sering terjadi. Tingkat kebutuhan akan gaya hidup yang modern, membuat anggota masyarakat khususnya perempuan untuk mencoba hal-hal baru dalam hidupnya. Dalam hal ini tentu saja banyak faktor yang menyebabkan perempuan akhirnya memilih untuk mengkonsumsi rokok.
Dalam kaitannya dengan perilaku merokok pada perempuan motivasi yang mendasari mereka mengkonsumsi rokok diantaranya adalah ingin coba-coba, motivasi dari dalam diri sendiri setelah melihat orang lain merokok dan untuk menghilangkan stres. Daii berbagai motivasi yang mendasari perempuan untuk mengkonsumsi rokok dianalisis dengan teori-teori sosiologi dari “Paradigma Perilaku Sosial” yang memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa pengaruh dari faktor lingkungan yang membuat seorang perempuan kemudian memuruskan untuk menjadi perokok. Dalam hal ini, faktor lingkungan mempunyai cakupan yang luas, misalnya lingkungan teman sepergaulan, lingkungan keluarga bahkan lingkungan masyarakat dimana seseorang itu tinggal (Ritzer,2009).
Perempuan perokok sebagai suatu simbol atau istilah yang menunjukpada suatu gaya hidup modern baik di perkotaan maupun perdesaan. Zaman telah berubah, perilaku merokok yang umumnya dilaku-kan laki-laki, atau dianggap tabu bila dilakukan oleh perempuan, kini sudah luntur akibat pengaruh perubahan dalam masyarakat. Perilaku yang kebanyakan berasal dari hasil coba-coba ini kini sudah mulai menjadi gaya hidup atau trend yang hadir secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Proses perubahan terjadi dalam masyarakat karena manusia adalah makhluk yang berfikir dan bekerja. Perubahan sosial dipandang sebagai snatu upaya modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena faktor intern maupun faktor ekstern (Susanto, 1983). Dari berbagai faktor itulah yang menyebabkan suatu kondisi atau keadaan dimana kebiasaan merokok pada perempuan nadir sebagai suatu trend baru dan sudah tidak dianggap tabu lagi oleh sebagian besar rnasyarakat.
Perubahan seperti ini juga dialami oleh perempuan perokok. Mereka yang dulunya tidak pemah mengkonsumsi rokok dan karena adanya pengaruh dari lingkungan yang menyebabkan mereka menjadi perokok aktif sarnpai sekarang. Perubahan yang terjadi pada perempuan perokok ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dibutuhkan proses yang lama sarnpai mereka mengambil keputusan untuk mengkonsumsi rokok sampai sekarang. Perubahan juga terjadi di lingkungan keluarga, rnasyarakat dan teman-temannya. Artinya apabila mereka mulai mengkonsumsi rokok di lingkungan tersebut maka secara tidak langsung bisa menyebabkan pencemaran udara atau mengganggu kesehatan orang lain disekitamya. Perubahan sosial juga terjadi di Kota Surakarta yang ditandai dengan semakin banyaknya perempuan yang mengkonsumsi rokok di tempat-tempatumum seperti mall, cafe, night club dan lain sebagainya.
Teori Behavioral Sociology merupakan salah satu teori dalam paradigma perilaku sosial yang menerapkan prinsip perilaku ke dalam sosiologi. Teori ini rnemusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Teori ini juga menerangkan bahwa tingkah laku yang terj adi itu melalui akibat-ak|bat yang mengikutinya kemudian. Selain itu, terdapat hubungan historis antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku yang terjadi sekarang. Akibat dari tingkah laku yang terjadi di masa lalu
mempengaruhi tingkah laku di masa sekarang. Sehingga, dapat diramalkan apakah aktor akan bertingkah laku sama atau mengulanginya di masa sekarang (Ritzer, 2009).
Konsep dasar pemahaman teori ini adalah “reinforcement” yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). Tidak ada sesuatu yang melekat dalam obyek yang dapat menimbulkan ganjaran. Perulangan perilaku yang terjadi tidak terlepas dari efek yang akan muncul terhadap individu itu sendiri. Perulangan disini maksudnya ditujukan terhadap aktor atau individu yang bersangkutan dalam hal ini yaitu perempuan perokok. Seperti yang tercermin dari perilaku konsumsi rokok pada perempuan, rokok dapat dinyatakan sebagai ganjaran dalam lingkungan para perokok. Seseorang yang sudah merasakan nikmatnya merokok, maka dia akan terus melakukanperulangan atas perilakunya tersebut. Bila perempuan perokok telah kehabisan rokoknya, maka dia akan pusing-pusing. Disamping itu, nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan perempuan perokok menjadi kecanduan terhadap rokok, sehingga adanya perulangan perilaku merokok pada sebagian besar perempuan perokok sangat memungkinkan terjadi lagi di kemudian hari.
Teori pertukaran (exchange theory) juga merupakan salah satu teori dalam paradigma perilaku sosial. Teori pertukaran (exchange theory) berasumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Jadi tindakan yang dilakukan seseorang bergantung pada ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) yang diberikan terhadap tindakan tersebut (Ritzer dan Goodman, 2005). Dalam konteks ini kebiasaan merokok pada perempuan perokok, akan dilakukan berulang-ulang karena setelah merokok mereka men-dapatkan kenikmatan tersendiri atau sensasi lain untuk menghilangkan penat mereka. Ganjaran (reward) seperti ini hanya bisa mereka dapatkan setelah mereka meng-konsumsi rokok, karena kalau berhenti merokok mereka akan mengalami pusing-pusing bahkan sampai kecanduan.
Disamping rewardatau ganjaran tersebut, terdapat konsekuensi lain yang harus ditanggung oleh perempuan perokok yaitu hukuman (punishment) artinya merokok yang dilakukan oleh perempuan tersebut dapat saja menyebabkan berbagai penyakit di tubuh mereka, misalnya batuk, demam, gangguan pernafasan, kulitoya menjadi kusam, rambutnya kering dan nafasnya menjadi bau. Penyakit lain yang timbul akibat merokok adalah bronkithis. Selain itu, hukuman dalam hal inijuga bisa berupa gangguan kesehatan reproduksi pada perempuan, misalnya saja siklus menstruasi menjadi terganggu nyeri ataukramperut, keguguran saat melabirkan bahkan ada yang sampai berujung pada kematian bayi saat melahirkan karena selama masa menyusui tetap merokok membuat anaknya batuk-batuk selama satu minggu.
Berkaitan dengan hal tersebut, perilaku manusia merupakan suatu rangkaian yang diantaranya terdiri dari sikap dan tindakan. Sikap atau attitude merupakan sebuah konsep yang dianggap paling penting dalam ilmu-ilmu sosial. Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ilmu menentukan kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri (Sarwono, 1983; Notoadmodjo, 2003). Seperti sikap yang ditunjukkan oleh perempuan perokok yang mempunyai kecenderungan beragam, baikpositif maupun negatif. Diantara perempuan perokok ada yang mempunyai kecenderungan sikap yang baik terhadap kesehatan reproduksinya dengan menghentikan aktifitas merokoknya saat mereka sedang hamil dan menyusui. Walaupun, setelah itu mereka akan kembali mengkonsumsi rokok kembali. Sedangkan yang lain merasa aktifitas merokoknya belum memberikan pengaruh terhadap kesehatan reproduksinya, sehingga mereka sampai saat ini masih aktif merokok. Bahkan ada yang menunjukkan sikap negatif yaitu
tetap mengkonsumsi rokok walaupun kesehatan reproduksinya sudahmengalami gangguan akibat dari kebiasaan merokoknya tersebut.
Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kodratnya masing-masing. Kodrat laki-laki adalah sebagai penghasil sperma, sedangkan kodrat perempuan antara lain yaitu menstruasi, bamil, melahirkan dan menyusui. Dari serangkaian kodrat perempuan tersebut merupakan bagian dari sistem reproduksi perempuan yang harus dijaga kebersihan dan kesehatannya. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan rutin untuk menjaga kesehatan reproduksi pada perempuan tersebut (Manuaba, 1998; Zohra, 1999). Tindakan melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan reproduksi juga dapat diindikasikan sebagai perwujudan dari sebuah aksi dalam hal ini fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons, antara lain tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi ekstemal dalam posisinya sebagai obyek. Dalam hal ini berlaku pada kesadaran perempuan perokok untuk bersedia melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir dampak buruk yang diakibatkan oleh kebiasaan merokoknya tersebut. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sehingga tindakan perempuan perokok bukan tanpa tujuan yang jelas, akan tetapi dengan melihat tindakan pemeriksaan yang dilakukan tersebut merupakan langkah yang diambil dalam rangka untuk mengetahui status kesehatan dalam hal ini terkait dengan kesehatan reproduksi pada perempuan perokok (Sarwono, 1983).
Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya. Manusia memilih, memulai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini sangat perlu diterapkan tindakan pemeriksaan
terhadap kesehatan reproduksi serta mengarah pada upaya perubahan perilaku untuk menghindari tingkat berisiko tinggi terhadap dampak buruk akibat dari kebiasaan merokok. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan. Perempuan perokok akan menerapkan pada saat pengambilan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan reproduksinya tersebut.
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan dan keinginan untuk mencoba hal yang baru menjadi penyebab perempuan menjadi perokok. Dalam waktu satu hari, jumlah konsumsi rokok responden yaitu 3 batang sampai 1 atau 2 bungkus rokok. Pengetahuan perempuan perokok tentang kesehatan reproduksi sudah cukup luas, namun sikap mereka dalam menjaga kesehatan reproduksinya masih kurang karena mereka hanya berhenti merokok saat hamil dan menyusui. Setelah itu mereka akan kembali kepada kebiasaan merokok lagi. Di samping itu, sebagian responden belum mempunyai kesadaran untuk melakukan tindakan pemeriksaan rutin ke dokter terkait dengan kesehatan reproduksinya. Kebiasaan merokok pada perempuan dapat menyebabkan kecanduan, menstruasi tidak lancar, nyeri atau kram perut saat menstruasi, bagi wanita hamil yang tetap merokok sangat beresiko terhadap kematian janin yang tiba-tiba (Sudden Infant Death Syndrome), kulit menjadi kusam, rambut kering dan menyebabkan nafas menjadi bau. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh untuk meminimalisir gangguan kesehatan reproduksi akibat konsumsi rokok yaitu pemeriksaan rutin ke dokter, berhenti merokok dan segera pergi ke psikiater untuk terapi berhenti merokok.
KEPUSTAKAAN
Amirudin, Mariana. 2003. “Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan” Panduan untuk Jumalis. Jakarta: Yayasan Jumal Perempuan dan the Japan Foundation
Bangun, A. P. 2008. “Sikap BijakBagi Perokok – Solusi Juntas Untuk Mengurangi Rokok dan Berhenti Merokok”. Jakarta: Indocamp.
Center for Disease Control and Prevention, Cigarette Smoking Among Adults. United States. 2004. Morbidity and Mortality Weekly Report (Serial Online), 2005,54 (44); 1121-1124 (Accessed 2006 Nov. 6)
Center for Disease Control and Prevention, Tobacco Use Among Adults, United States. 2005. Morbidity and Mortality Weekly Report (Serial Online), 2006,55 (42); 1145-1148 (Accessed 2006 Nov. 6)
Center for Disease Control and Prevention, Tobacco Use Among Middle and High School Students United States. 2000-2009. Reported by R. Lowry, MS, Div of Adolescent and School Health, CDC. Agust 27. 2010/59 (33); 1063-1068
Center for Disease Control and Prevention, Vital Sign: Current Cigarette Smoking Among Adults Aged e” 18 Years United States. 2009. Morbidity and Mortality Weekly Report (Serial Online), September 10, 2010/ 59 (35); 1135-1140. Reported by, SR Dube, Ph. D, A.McClave, MPH; C James, MSPH; R. Caraballo, PhD; R Kaufman, PhD; T Pechacek, PhD, Office on Smoking and health, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion CDC
Dwiyanto, Agus dan Darwin, Muhadjir, editor. 1996. “Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender”. Jakarta: Sinar Harapan.
Istiqomah, Umi. 2003. “Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok (Pendekatan Analisis untuk Menanggulangi dan Mengantisipasi Remaja Merokok)”. Surakarta: CV. Seti-Aji
Manuaba, IdaBagus Gde. 1998. “Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita”. Jakarta: Arcan
Moleong, Lexy J. 1991. “Metode Penelitian Kualitatif’. Bandung: Rosdakarya
Nainggolan, R. A. 2006. “Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti Berhasil!”. Bandung: Indonesia Publishing House
Notoatmodjo, S. 2003. “Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”. Jakarta: RinekaCipta.
Ritzer, George. 2009. “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”. Jakarta: CV Rajawali.
Ritzer, George dan Goodman, Douglass J. 2005. “Teori Sosiologi Modem”. Jakarta: Prenada Media.
Sarwono, Solita. 1983. “Sosiologi Kesehatan”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Susanto, Phil Astrid. 1983. “Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial”. Yogyakarta: Bina Cipta.
Sutopo, HB. 2002. “Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Zohra, S. 1999. “Kesehatan Reproduksi”. Yogyakarta: PustakaPelajar.