TEORI MASYARAKAT RISIKO DARI ULRICH BECK

Dr. Argyo Demartoto, M.Si.

 

  1. A.      Istilah Masyarakat Risiko

Istilah masyarakat risiko (risk society) merupakan istilah yang melekat pada sosiolog kenamaan Jerman Ulrich Beck. Istilah tersebut sebenarnya dapat dilihat sebagai sejenis masyarakat industri  karena kebanyakan risikonya berasal  dari industri. Hal tersebut dapat terjadi sebab menurut Beck kita masih berada dalam era modern, walaupun dalam bentuk modernitas yang baru. Perbedaan tersebut terletak pada tahap ”klasik” modernitas yang sebelumnya berkaitan dengan masyarakat industri, sedangkan modernitas “baru” berkaitan dengan  masyarakat risiko (Clark, 1997, dalam  Ritzer dan Goodman, 2003 : 561).

Berbagai perubahan turut mengiringi pergantian dari modernitas tahap “klasik” menuju modernitas “baru” yang ditandai kemunculan masyarakat risiko. Salah satu perubahan yang dimaksud dalam hal masalah sentral. Jika dalam modernitas “klasik” masalah sentralnya berkisar pada kekayaan dan bagaimana cara mendistribusikannya dengan merata. Sementara itu dalam modernitas “baru”  masalah sentralnya adalah risiko dan bagaimana cara mencegah, meminimalkannya, atau menyalurkannya.

Dalam masyarakat risiko, keadaan menjadi tidak pasti, karena berbagai kemungkinan buruk dapat terjadi. Hal yang dimaksud seperti kemungkinan peristiwa dimana kecelakaan teknologi  tidak bisa diasuransikan karena implikasi-implikasi yang tak terbayangkan  (misalnya ledakan reaktor nuklir Chernobyl tahun 1986). Dalam  hal tenaga nuklir , Beck mengidentifikasi landasan dari “prinsip asuransi” yang tidak hanya dalam hal ekonomi, medis , psikologi , kebudayaan dan religi. Menurutnya, “masyarakat berisiko residual telah menjadi masyarakat yang tidak dijamin asuransi” atau the residual risk society has become an uninsured society  (Beck 1992b : 101, dalam  Kuper dan Kuper, 2000 : 933). Jadi masyarakat risiko merupakan suatu masyarakat yang tidak mempercayai kemajuan di masa depan , namun yang berpengalaman dalam  kalkulasi jangka pendek atas bahaya. Dengan kata lain, “matematika kalkulus atas risiko menunjukkan model etika tanpa moralitas, etika matematis dalam era teknologi” ( Beck 1992b :99, dalam Kuper dan Kuper,2000 : 933).

Tokoh lain yang juga membahas mengenai risiko adalah Anthony Giddens. Hal tersebut diperkuat pernyataannya mengenai modernitas, “modernitas adalah kultur risiko. Ini bukan berarti bahwa kehidupan sosial kini lebih berbahaya daripada dahulu ; bagi kebanyakan orang itu bukan masalah. Konsep risiko menjadi masalah mendasar baik dalam cara menempatkan aktor biasa maupun aktor yang berkemampuan spesialis-teknis dalam organisasi kehidupan sosial. Modernitas mengurangi risiko menyeluruh bidang dan gaya hidup tertentu, tetapi pada waktu bersamaan  memperkenalkan parameter risiko baru yang sebagian besar atau seluruhnya tidak dikenal di era sebelumnya” (Giddens, 1991 : 3-4, dalam Ritzer dan Goodman, 2003 : 561 ).

Giddens membedakan risiko lingkungan pra modern (tradisional) dan modern. Menurutnya risiko kebudayaan tradisional didominasi oleh bahaya dunia fisik, sementara risiko lingkungan modern distrukturasi terutama oleh risiko yang ditimbulkan manusia (Giddens, 1990 : 106 ; 101, dalam Kuper dan Kuper,2000 : 933).  Selain itu, Giddens juga  berpendapat bahwa “risiko bukan semata-mata tindakan individu. Ada risiko lingkungan  yang secara kolektif mempengaruhi massa individu yang besar” ( Giddens, 1990 : 35, dalam Kuper dan Kuper, 2000 : 933 ).

Masyarakat risiko merupakan suatu istilah yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan ke kondisi-kondisi baru dalam kehidupan manusia saat ini. Terdapat perbedaan pendapat pada hal tersebut, di satu pihak perubahan dimaksud mengarah  dari era modernitas menuju modernitas lanjut , sedangkan ada yang menyebut pula perubahan tersebut terjadi dari era modernitas menuju postmodernitas. Walaupun begitu, keduanya sepakat bahwa perubahan tersebut melahirkan  konsekuensi penting. Konsekuensi yang dimaksud ialah  tuntutan akan kesadaran bahwa dalam kehidupan manusia  kini lebih diwarnai ketidakmenentuan dan risiko yang sewaktu-waktu dapat mengancamnya. Jadi, karakteristik penting dari masyarakat risiko adalah risiko dan cara untuk mengatasi atau usaha meminimalkan menjadi masalah sentral kehidupan manusia.

 

  1. B.       Teori Masyarakat Risiko

Masyarakat Risiko atau risk society merupakan salah satu konsep penting yang diperkenalkan oleh Ulrich Beck. Istilah tersebut ia kemukakan pada  tesis karyanya , Risk Society : Toward a New Modernity , tidak heran jika Beck dikenal sebagai pencipta atas gambaran mengenai “dunia masyarakat risiko”.  Dalam tesis karyanya, Beck menjelaskan beberapa konsep penting seperti risiko, refleksivitas dan efek boomerang.

  1. Beck menjelaskan ”risiko” (risk) sebagai, “kemungkinan-kemungkinan kerusakan fisik (termasuk mental dan sosial yang disebabkan oleh proses teknologi dan proses-proses lainnya, seperti proses sosial, politik, komunikasi, seksual” (Piliang, 2009, http://rumahwacana.wordpress.com/category/humanity). Dengan demikian, risiko mempunyai hubungan sangat erat dengan sistem, model, dan proses perubahan di dalam sebuah masyarakat (industrialisasi, modernisasi, pembangunan), yang akan menentukan tingkat risiko yang akan  mereka hadapi.

Setidaknya terdapat tiga ekologi atau macam risiko yang di sebutkan oleh Beck, antara lain :  risiko fisik- ekologis (physical-ecological risk), risiko sosial (social risk), dan risiko mental (psyche risk) (Piliang, 2009, http://rumahwacana.wordpress.com/ category/humanity) .

  1. Risiko fisik ekologis yaitu aneka risiko kerusakan fisik pada manusia dan lingkungannya, contohnya : . gempa, tsunami, letusan gunung) atau risiko yang diproduksi oleh manusia (man made risks). Aneka risiko biologis yang “diproduksi” melalui aneka makanan, sayuran, hewan ternak, buah-buahan yang menciptakan aneka penyakit kanker, tumor ganas, syaraf, kulit disebabkan oleh intervensi proses artifisial-kimiawi terhadap proses alam yang melampaui batas.
  2. Risiko sosial yaitu aneka risiko yang menggiring pada rusaknya bangunan dan lingkungan sosial sebagai akibat dari faktor-faktor eksternal kondisi alam, teknologi, industri. risiko fisik “kecelakaan” (lalu lintas jalan, pesawat terbang, kecelakaan laut), “bencana” (banjir, longsor, kebakaran hutan, kekeringan), yang sekaligus  menciptakan pula secara bersamaan risiko sosial, berupa tumbuhnya aneka “penyakit sosial”: ketakpedulian, ketakacuhan, indisipliner, fatalitas, egoisme dan immoralitas.
  3. Risiko mental hancurnya bangunan psikis, berupa perkembangan aneka bentuk abnormalitas, penyimpangan (deviance) atau kerusakan psikis lainnya, baik yang disebabkan faktor eksternal maupun internal.
  4. Dari pemikiran-pemikiraan Beck mengenai risiko juga berimbas pada beberapa kelas sosial yang menjadi korban. Hal tersebut terjadi akibat sejarah distribusi risiko itu sendiri, sebagaimana kekayaan risiko melekat pada pola kelas, hanya saja yang terjadi adalah kebalikannya. Kekayaan terakumulasi di puncak sementara risiko  akan  terakumulasi di  dasar  atau bawah” (Beck,1992 : 35, dalam Ritzer dan Goodman, 2003 : 563 ). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika risiko nantinya akan terpusat pada bangsa yang miskin karena bangsa memiliki kemampuan dan sarana untuk menjauhkannya. Meskipun begitu, kenyataan tidak akan selalu berjalan sama, karena Beck juga memberikan gambaran bahwa  dunia masyarakat risiko” yang tidak dibatasi oleh tempat atau waktu. Dengan kata lain bahkan risiko dapat menimpa negara kaya sekalipun. Terkait dengan hal tersebut adalah konsepnya mengenai “efek boomerang”, yang merupakan pengaruh sampingan dari risiko yang dapat menyerang kembali ke pusat pembuatnya (Ritzer dan Goodman, 2003 : 563). Sehingga, sering kali masyarakat penikmat hasil modernisasi terjebak pada apa yang mereka nikmati.
  5. Walaupun modernisasi lebih  dahulu  menghasilkan  risiko,  namun  ia akan juga menghasilkan refleksivitas yang memungkinkannya untuk mempertanyakan  dirinya  sendiri  dan  risiko  yang  dihasilkannya  ( Ritzer  dan  Goodman, 2003 : 563 ). Dalam realita, sering kali rakyat atau korban dari risiko itu sendiri mulai merefleksikan risiko modernisasi tersebut. Selanjutnya mereka mulai mengamati dan mengumpulkan data tentang risiko dan akibatnya. Oleh karena itu, refleksivitas baik berbentuk pikiran, renungan, sikap maupun tindakan akan berperan dalam mengantisipasi, mengurangi atau mengatasi dampak-dampak atau akibat-akibat dari risiko.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Piliang, Yasraf A.  2009 .  Humanity : “risiko tinggi .

Diakses dari  http://rumahwacana.wordpress.com/category/humanity, 4 Agustus 2011 jam 12.40 WIB

 

Ritzer, George dan  Douglas J. Goodman.  2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana

 

Kuper, Adam dan Jessica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial : Edisi Kedua. Jakarta : Raja Grafindo Persada