PENDEKATAN DRAMATURGI DALAM MELIHAT INTERAKSI DALAM KOMUNITAS VIRTUAL

PENDEKATAN DRAMATURGI DALAM MELIHAT INTERAKSI DALAM KOMUNITAS VIRTUAL

Dr. Argyo Demartoto, M.Si

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita memainkan berbagai macam peran sesuai dengan lingkungan sosial dimana seseorang berada. Goffman  menggambarkan bahwa individu tidak sekedar mengambil peran orang lain, melainkan bergantung pada orang lain untuk melengkapi citra diri tersebut. Selanjutnya diri menurut Goffman bersifat temporer dalam arti diri tersebut berjangka pendek, bermain peran karena selalu dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan interaksinya. Disini manusia memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan dengan peran-peran ini. (Mulyana, 2003 : 110) Internet disini merupakan medium dimana seseorang dapat mengidentifikasikan diri sebagai orang lain.

Interaksi yang terjadi dalam komunitas virtual merupakan hasil manipulasi dari pelaku-pelaku yang ada didalamnya. Owner maupun moderator memiliki kemampuan untuk mengatur dan menentukan jalannya interaksi. Hal ini mengingatkan pada teori Dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman. Dalam teorinya Goffman mengatakan bahwa “yang menentukan tindakan manusia ialah situasi-situasi yang memiliki struktur”. Untuk kepentingan penjelasannya Goffman menggunakan analogi drama dan teater. Menurut Goffman. individu yang ditempatkan dalam sebuah situasi sosial  terdapat  pada  suatu penampilan (performance) sementara orang-orang yang terlibat didalamnya disebut sebagai pengamat atau partisipan. Para aktor adalah mereka yang melakukan tindakan-tindakan atau penampilan rutin (routine). (Poloma, 2004:232)

Menurut Goffman, ada dua bidang penampilan yang perlu dibedakan: panggung depan (front region) dan panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi didalam mode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu. Di dalamnya termasuk setting dan personal front, yang selanjutnya dapat dibagi menjadi penampilan (appearance) dan gaya (manner). Dalam kaitannya dengan kehidupan dalam cyber space, ketika seseorang sedang on line maka seseorang perlu menjaga penampilannya dalam berinteraksi agar mereka kelihatan bagus saat di on line dan tidak menyebabkan flame agar situasi kehidupan yang terdapat didalamnya dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.

Disamping panggung depan, terdapat juga daerah dibelakang layar. Pengidentifikasian daerah belakang ini tergantung pada penonton yang bersangkutan. Kegiatan di belakang panggung jarang dilakukan sendirian. Goffman  menggunakan istilah team sebagai “Sejumlah individu yang bekerja sama mementaskan suatu routine”. Agar pertunjukkan berjalan sebagaimana yang diinginkan maka team akan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat protektif yakni dengan membuat naskah. Baik si pelaku maupun para penonton yakin bahwa daerah belakang tersebut tidak mudah dimasuki. Demi kepentingan “social establishment” maka si pelaku harus bertindak sedemikian rupa sehingga pertunjukkan tersebut berjalan mulus. Perspektif dramaturgis melihat “Self” sebagai produk yang ditentukan oleh situasi sosial. (Poloma, 2004:234)

Konsep Goffman yang lain ialah tentang bagaimana usaha individu berusaha melakukan pertukaran komunikasi dan berusaha menentukan platform terbaik dari pesan-pesan yang diterima. Goffman merujuk pada interaksi yang bersifat “resiprokal yang melanjutkannya pada keterlibatan” dan untuk wacana kekinian hal ini bisa kita lakukan dengan menggunakan teknologi komunikasi. Dalam kehidupan on line setiap individu yang terdapat didalamnya memiliki penampilan yang berbeda-beda yang menunjukkan “stimuli yang berfungsi memberitahu kita status sosial para pelaku”. Sedangkan gaya menunjuk pada “stimuli yang berfungsi mengingatkan kita akan peranan interaksi (interaction role) yang diharapkan si pelaku harus dimainkan pada situasi mendatang”.

Untuk memperjelas gagasan Erving Goffman tentang panggung sosial ada baiknya kita telaah temuan Nikki Sannicolas yang menggunakan pendekatan dramaturgi dalam melihat hubungan on line yang mendiskusikan tema-tema khusus berhubungan dengan seksual. Ia nyatakan bahwa hubungan lewat internet atau yang banyak diistilahkan chatting, bisa dijelaskan lewat hukum dramaturgi khususnya stage, script, audience dan pemain (performer).

Moderator menawarkan pilihan apakah identitas pengguna dimasukkan atau tidak, kemudian ia mengarahkan diskusi lewat petunjuk-petunjuk yang harus diikuti. Sementara itu, yang terlibat chatting memandang bahwa forum ini merupakan panggung depan yang harus disiasati secara baik. Manakah identitas diri yang telah diinformasikan dalam konteks ini, tindakan individu seperti yang dinyatakan Goffman, bisa mendefinisikan situasi.

Keingintahuan dan diskusi yang mengasyikkan tentang masalah seksual menjadi semacam dorongan atau motivasi untuk mengikuti forum internet ini, tetapi privasi individu harus tetap dijaga dan jangan sampai diketahui pihak lain. Karena itu, hukum dramaturgi bisa dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, semuanya harus mengikuti script, dalam bentuk aturan-aturan, terlibat dalam diskusi dan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti dari moderator atau service provider.

 

Kedua, identitas dirinya tidak akan disebutkan secara apa adanya atau mendetail, sebab menjelaskan identitas diri sangat berhubungan dengan privasi. Terbukti setelah ditawarkan akan mendaftarkan identitas ataukah tidak, ternyata dari pengguna internet, rata-rata 187 atau hanya 3,7 persen yang mendaftarkan  identitasnya. Sementara itu, 462 atau 21,2 persen masuk dengan tidak mendaftarkan identitasnya.

(Susilo, 2008: 373-374)

 

Referensi :

Mulyana, D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

 

Poloma, Margareth. 2004. Sosiologi Kontemporer. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

 

Susilo, Rachmad K Dwi. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern: Biografi Para Peletak Sosiologi Modern. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta